Minggu, 04 Desember 2011

KEADAAN HATI ORANG MUSLIM DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH SWT.

Hati manusia itu ada dua macam : hati nurani dan hati sanubari. Hati sanubari berlapis empat macam jiwa (Amarah, Lawwamah, Mulhimah dan Mutmainnah). Hati nurani ada di dalam hati sanubari. Di dalam hati nurani ada tiga jiwa bersifat keTuhanan (Rodhiyah, Mardhiyah dan Kamilah). Hati nurani disebut juga dengan "WARID CAHAYA ILAHI" (Sumber : Majelis Dzikir At-Taubah Cilegon Banten.)





Selasa, 25 Agustus 2009

Bertentangankah Pancasila Dengan AlQur'an?

Dibawah ini disampaikan ayat-ayat AlQur'an yang menjadi dasar dari sila-sila Pancasila.

1.KETUHANAN YANG MAHA ESA.

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (Q.S. Al-Ikhlas : 1)

2.KEMANUSIAAN YANG ADIL dan BERADAB.

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan …………… (Q.S. An Nisaa’: 135)

Sedangkan kata “BERADAB” artinya adalah tingkah laku yg baik, sopan santun, mempunyai tatakrama, berbuat baik dan lain sebagainya.
……..Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan (Q.S. Ali 'Imran : 148)

3.PERSATUAN INDONESIA.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ……..(Q.S. Ali Imran : 103)

4.KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN.

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (Q.S. Asy Syuura : 38)

5.KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. AL Nahl : 90)

KESIMPULAN : Sesungguhnya Indonesia adalah negara yang dasar negaranya (Pancasilanya) berdasarkan pada Al Qur’an (kitab suci yang selalu dijaga kesuciannya oleh Allah penguasa langit dan Bumi).

Pernahkah kita berpikir mengapa Allah SWT menjatuhkan kemerdekaan RI pada tanggl 17 Agustus yang pada malam harinya tepat malam nuzulul Qur’an, malam turunnya al-Qur’an, padahal pada waktu itu para pemuda menginginkan pembacaan proklamasi bukan tanggal 17 Agustus. Hal ini menandakan bahwa Allah meridhai perjuangan pahlawan-pahlawan negara ini dan sudah seharusnya kita melanjutkan perjuangan mereka dengan belajar dan mencerdaskan bangsa.

Waallah hu alam bishawab.

Jumat, 12 Juni 2009

Teknologi dan Ketauhidan

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Belakangan ini perkembangan teknologi sungguh luar biasa, terutama Teknologi Internet. Teknologi Internet ini sebetulnya adalah bagian dari Teknologi Informasi. Teknologi Informasi ini sebetulnya adalah Teknologi Komputer (Teknologi Bahasa Komputer).

Teknologi Komputer ini sebetulnya adalah Teknologi Elektronika.
Teknologi Elektronika ini sebetulnya adalah Teknologi Semi Konduktor.

Teknologi Elektronika dibagi menjadi dua yaitu Teknologi Elektronika Analog dan Teknologi Elektronika Digital.

Teknologi Elektronika Digital inilah yg menjadi awal mula babak baru pesatnya perkembangan Teknologi. Teknologi Elektronika Digital ini selanjutnya disebut Teknologi Digital.

Teknologi Digital ini sebetulnya adalah Teknologi yang hanya mengenal dua kata bahasa, yaitu bahasa "YA" dan bahasa "TIDAK", atau dua angka dalam ilmu matematika yaitu angka '1' mewakili kata "YA" dan angka '0' mewakili kata "TIDAK". Lantas kenapa dengan hanya angka 1 dan 0 ini ko' bisa menjadi teknologi secanggih sekarang ini?

Untuk menjawabnya kita harus belajar ilmu Teknik Elektronika Digital yang diajarkan di sekolah atau dikampus-kampus.

Sekarang mari kita bahas sedikit angka 1 dan angka 0.

Angka 1 dan angka 0 kalau digabung jadi satu akan menjadi angka 10 (sepuluh).
Angka 10 adalah sama dengan jumlah jari-jari tangan manusia. Tangan kanan rata-rata manusia berjumlah 5 jari dan tangan kiri rata-rata manusia berjumlah 5 jari (kecuali ada kelainan), totalnya adalah 10 jari.

Jadi kesimpulan sementara adalah bahwa kecanggilan teknologi sekarang ini secara tersirat sudah dilambangkan oleh jumlah jari-jari tangan manusia yaitu angka 10 (1 dan 0). Artinya apa? Artinya adalah bahwa segala ilmu sudah ada ditangan manusia, tinggal manusianya saja mau menggalinya apa tidak.

Sekarang bagaimana jika susunannya dibalik yaitu 01 ? Angka 0 dan angka 1 jika digabung akan menjadi 01 dan nilainya = 1.
Angka satu melambangkan adanya Tuhan yang Maha Esa (Ketauhidan).
Angka satu ada disemua angka, ada di angka 2, 3,4,5,6 ....10...., 100 dan seterusnya. Tapi angka 2, 3,4,5,6 ....10...., 100 dan seterusnya tidak ada didalam angka 1. Apa maknanya? Maknanya adalah bahwa angka satu meliputi semua angka, Tapi semua angka tidak meliputi angka 1 (kecuali angka 1 itu sendiri).

Jadi kesimpulannya adalah bahwa Allah yang Maha Esa, ilmu-NYA meliputi segala sesuatu, tapi DIA tidak diliputi oleh segala sesuatu kecuali DIA sendiri.

Kenapa Allah SWT hanya satu ? Ini bisa logikakan dengan ilmu matematika. Sekarang ambil sembarang angka, misal angka 1, 2, 5 , 9 atau angka lainnya. Sekarang akarkan angka-angka tsb. Akarkan, akarkan lagi, akarkan lagi, akarkan terus. Maka hasil akhir dari pengakaran angka tsb pasti akan menghasilkan angka 1, dan angka satu tidak bisa di akarkan lagi. Oleh karena itulah Allah SWT itu hanya satu, bukan dua, bukan tiga, bukan empat dan bukan banyak. Ini adalah ayat-ayat Allah SWT yg tersirat, pikirkanlah. Ayat-ayat Allah SWT yg tersurat adalah AlQur'an.

Kita kembali ke masalah tangan lagi.
Selanjutnya adalah bahwa setiap tangan manusia (telapak tangan) disitu kalau kita perhatikan secara seksama, rata-rata tertulis sebuah angka Arab. Telapak tangan sebelah kiri tertulis angka Arab 81 (angka delapan dalam bahasa Arab '^' dan angka 1 dalam bahasa Arab adalah sama 1) dan telapak tangan sebelah kanan tertulis angka 18 dalam bahasa Arab.

Kalau keduanya dijumlah 81 + 18 = 99.
Angka 99 mengingatkan kita kepada nama-nama baik Allah SWT atau Asmaul Husna . Jumlah nama-nama baik Allah SWT (Asmaul Husna) yg ada di dalam AlQur'an adalah 99.

Selanjutnya mari kita tafakuri sendiri-sendiri apa korelasi antara Asmaul Husna dengan perkembangan Teknologi Informasi yang berkembang sangat cepat belakangan ini.

Sekali lagi bahwa ini semua adalah ayat-ayat Allah SWT yang tersirat. Allah SWT mencipkatan segala sesuatu pasti ada maknanya, cuma terkadang kita saja yang kurang memahaminya. Ah... itu kebetulan saja?. Tidak. Allah SWT mencipkatan segala sesuatu tidak ada yang main-main atau iseng.

Mohon maaf jika ada kekurangan.
WaAllahu 'alam (Allah SWT saja yang Maha Tahu)

Wassalam.

Kamis, 04 Desember 2008

DALIL MENGGUNAKAN "SAYYIDINA" DALAM MENYEBUT NABI MUHAMMAD SAW

Al-Qur'an Surat AnNur ayat 63 (QS 24:63)


"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)". Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Kata "kamu" yang dimaksud dalam ayat diatas adalah sahabat Rasul, orang muslim atau umat Nabi Muhammad SAW, bukan orang munafik atau orang kafir/musyrik Qurais.

Karena saat itu orang kafir/musyrik Qurais memanggil Rosul dengan sebutan yang merendahkan Nabi Muhammad SAW.

Dalam ayat diatas dapat ditafsirkan bahwa janganlah kamu memanggil Rasul atau Nabi sama seperti kita memanggil teman kita sendiri.
Misalkan kita punya teman namanya "Budi", lalu kita menyapa : Budi apa khabar?, atau Pak Budi, Mas Budi atau Dik Budi apa khabar? Itu kepada teman kita.

Lalu bagaimana cara memanggil atau menyebut Nabi/Rasul? Caranya ya jangan seperti kita menyebut/memanggil teman kita seperti diatas:

1. Bisa menggunakan kata-kata "sayyidina" didepan namanya, misalkan sayyidina Muhammad SAW. Contohnya :Allahumma salli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad.

“Aku junjungan (sayyid) bagi semua anak-cucu Adam as, dan aku mengatakannya tanpa kesombongan” …diriwayatkan oleh al-Syaykhâni (al-Bukhârî dan Muslim)


2. Atau menggunakan kata-kata "Rosulullah" didepan namanya, atau dibelakang namanya, misalkan 'Rosulullah Muhammad SAW' atau 'Muhammad Rosulullah'

Contohnya :Allahumma salli 'ala Rosulillah Muhammad SAW wa 'ala alihi wa shohbihi wa dhurriyyaatihi.

Contoh lain : Dalam dua kalimat syahadat (yang sering digunakan untuk adzan dan iqamah) "Asyhadu anlaa ilaaha illaloh, wa asyhadu anna Muhammad-'Rasulullah'.

Lantas bagaimana mengucapkan sholawat nabi di dalam sholat?, sebagaimana hadist nabi : Sholatlah kalian sebagaimana (kalian) melihat aku sholat (HR Bukhori, Muslim, Ahmad).
Bukankah Nabi sendiri didalam sholat ketika membaca sholawat menyebut nama beliau sendiri tanpa menggunakan sayyidina?

Untuk kasus ini kita harus tahu diri, harus ngaca diri artinya tahu siapa diri kita dan tahu siapa nabi. Disini kita harus menggunakan akal pikiran logika kita, kita harus tahu adab dan sopan santun terhadap nabi.

....dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS 10:100)

Seseorang saja kalau dia keturunan ningrat, bangsawan atau masih ada keturunan darah biru terkadang orang itu mencantumkan gelar kebangsawanannya misalkan "raden", "roro", "tubagus" dll di depan namanya.

Kembali ke dalil, sekali lagi bahwa dalil AlQur'an adalah dalil tertinggi, jika ada hadist nabi yang bertentangan atau seolah-olah bertentangan dengan dalil AlQur'an maka kita harus tetap berpedoman pada dalil AlQur'an.


INGAT: PENGHORMATAN BUKAN BERARTI PENYEMBAHAN ATAU PENGKULTUSAN


Wa Allahu 'alam
Mohon maaf jika ada kesalahan.

Sabtu, 05 Juli 2008

DALIL TENTANG MAULID NABI MUHAMMAD SAW

10 BUKTI DARI ALQURAN DAN SUNNAH,
BAHWA MEMPERINGATI KELAHIRAN NABI SAW DAPATLAH DITERIMA


1. Perintah Meningkatkan Rasa Cinta dan Hormat kepada Nabi saw.

Dalil Pertama, Allah swt meminta Nabi saw. agar mengingatkan umatnya bahwa sangatlah penting bagi siapa saja yang menyatakan mencintai Allah swt untuk mencintai Nabi-Nya juga, “Katakanlah kepada mereka, ‘Jika kalian mencintai Allah swt, ikuti (dan cintai dan hormatilah) aku, niscaya Allah swt akan mencintai kalian’” (3:31).

Memperingati hari kelahiran Nabi saw. didorong oleh perintah untuk mencintai, menaati, mengingat, dan mengikuti contoh Nabi saw., serta merasa bangga dengannya sebagaimana Allah swt menunjukkan kebanggaan-Nya dengannya. Dalam Kitab Suci-Nya, Allah swt begitu membanggakannya dengan berfirman, “Sungguh engkau memiliki budi pekerti yang begitu agung” (68: 4).
Cinta kepada Nabi saw. dapat menjadi pembeda keimanan di antara kaum beriman. Dalam sebuah hadis sahih riwayat al-Bukhârî dan Muslim, Nabi saw. pernah bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman, sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai anak-anaknya, orang tuanya, dan semua orang.” Dalam hadis al-Bukhârî lainnya, beliau bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai dirinya sendiri.” ‘Umar ibn al-Khaththâb ra berkata, “Wahai Nabi saw, Aku sungguh mencintaimu melebihi diriku sendiri.”
Kesempurnaan iman tergantung pada cinta kepada Nabi saw., karena Allah swt dan para malaikat-Nya terus-menerus menyatakan penghormatannya, sebagaimana begitu jelas disebutkan dalam ayat berikut, “Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw” (33:56). Perintah Tuhan, “Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kepadanya,” segera menyusulnya, menambah jelas bahwa kualitas seorang mukmin sangat tergantung pada dan dijelmakan dengan pembacaan selawat kepada Nabi saw.

2. Nabi saw. Menekankan Hari Senin sebagai Hari Beliau Dilahirkan

Dalil Kedua, Abû Qatâdah al-Anshârî meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Beliau kemudian menjawab, “Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu.”1
Syekh Mutawallî al-Sya‘râwî menulis, “Banyak peristiwa luar biasa terjadi pada hari kelahirannya sebagaimana disebutkan dalam hadis dan sejarah. Malam waktu Nabi saw dilahirkan tidaklah seperti malam-malam kelahiran manusia lainnya.” 2
Sedangkan menurut Ibn al-Hajj, “Adalah suatu keharusan bagi kita pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal untuk meningkatkan ibadah kita sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas karunia-Nya yang begitu besar yang telah diberikan kepada kita–yaitu diutusnya Nabi saw. untuk membimbing kita kepada Islam dan kedamaian … Nabi saw., ketika menjawab seseorang yang bertanya kepada beliau mengenai puasa di hari Senin, menyatakan, “Aku dilahirkan pada hari itu.” Oleh karena itu, hari tersebut memberikan kehormatan bagi bulan itu, karena itu adalah harinya Nabi saw. … dan beliau pun mengatakan, “Aku junjungan (sayyid) bagi semua anak-cucu Adam as, dan aku mengatakannya tanpa kesombongan” … dan beliau pun mengatakan, “Adam as dan siapa saja keturunannya akan berada di bawah benderaku pada Hari Peradilan kelak.” Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh al-Syaykhâni (al-Bukhârî dan Muslim). Muslim dalam Shahîh-nya menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Pada hari itu, yaitu Senin, saya dilahirkan, dan pada hari itu pula risalah pertama disampaikan kepadaku.”3

Nabi saw. menaruh perhatian khusus pada hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah swt, karena memberinya kehidupan, dengan berpuasa pada hari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abû Qatâdah. Nabi saw. menyatakan kebahagiaannya akan hari tersebut dengan berpuasa, yang merupakan sebentuk ibadah. Sebagaimana Nabi saw. telah memberi perhatian khusus pada hari tersebut dengan berpuasa, maka ibadah dalam bentuk apa saja untuk memberi perhatian khusus atas hari tersebut dapat pula dibenarkan. Meskipun bentuk ibadahnya berbeda, tetapi esensinya tetap sama. Oleh karena itu, berpuasa, memberi makan fakir miskin, berkumpul untuk melantunkan pujian kepada Nabi saw., atau berkumpul untuk mengingat perilaku dan budi pekerti baiknya, semuanya dapat dipandang sebagai cara menaruh perhatian khusus pada hari tersebut.4

3. Allah swt Berfirman, “Bergembiralah dengan Nabi saw”

Dalil Ketiga, Menyatakan kebahagiaan dengan kedatangan Nabi saw. adalah perintah Allah swt dalam Alquran, sebagaimana firman-Nya, “Dengan karunia Allah swt dan rahmat-Nya, maka hendaklah mereka bergembira” (10:58).
Perintah ini ada karena rasa senang dapat membuat hati merasa bersyukur atas rahmat Allah swt. Rahmat Allah swt mana yang lebih besar ketimbang diri Nabi saw. sendiri. Allah swt menyatakan, “Tiadalah Aku utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (21:107).
Karena Nabi saw. diutus sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, maka merupakan suatu keharusan, tidak saja atas muslimin tetapi juga semua umat manusia untuk merayakan kehadirannya. Sayangnya, masih ada sebagian muslim yang tampil menolak perintah Allah swt untuk bersuka ria atas kelahiran Nabi-Nya.

4. Nabi saw. Memperingati Peristiwa-Peristiwa Besar dalam Sejarah

Dalil Keempat, Nabi saw. selalu membuat hubungan di antara peristiwa-peristiwa agama dan sejarah, sehingga bila tiba suatu hari ketika terjadi suatu peristiwa penting, beliau mengingatkan para sahabat untuk merayakan hari itu dan menegaskan keistimewaannya, meskipun peristiwa tersebut terjadi pada masa yang sangat lampau. Dasarnya dapat ditemukan dalam hadis berikut.
Tatkala Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya mengenai hari tersebut, dan beliau diberi tahu bahwa pada hari itu Allah swt menyelamatkan Nabi mereka, yakni Musa as, dan menenggelamkan musuhnya. Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah swt atas karunia ini.5

Pada saat itu juga Nabi saw. menanggapinya dengan hadis yang terkenal, “Kita lebih berhak atas Musa as daripada kalian,” dan beliau pun melakukan puasa pada hari itu dan hari sebelumnya.

5. Allah swt Berfirman, “Berselawatlah kepada Nabi saw”

Dalil Kelima, peringatan atas kelahiran Nabi saw. mendorong kita untuk berselawat kepada Nabi saw. dan menyampaikan pujian atasnya, yang menjadi suatu keharusan berdasarkan ayat, “Sesungguhnya Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw. Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi saw dan ucapkanlah salam kepadanya dengan sepenuh hati” (33:56). Karena datang bersama-sama dan mengenang jasa-jasa Nabi saw. dapat membawa kita untuk berselawat dan memujinya, maka ini selaras dengan perintah Allah swt. Siapakah yang punya hak untuk mengingkari keharusan yang telah diperintahkan Allah swt kepada kita melalui Alquran? Manfaat yang dibawa oleh ketaatan pada perintah Allah swt dan cahaya yang dibawanya ke dalam hati tidaklah dapat diukur. Lebih jauh lagi, keharusan tersebut dinyatakan dalam bentuk jamak, yaitu Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat dan mengucap salam kepada Nabi saw.—secara bersama-sama. Karena itu, sama sekali tidaklah benar mengatakan bahwa membaca selawat dan salam kepada Nabi saw. tak boleh dilakukan secara berkelompok, tetapi harus sendiri-sendiri.

6. Pengaruh Menyaksikan Peringatan Kelahiran Nabi terhadap Kaum Kafir

Dalil Keenam, mengungkapkan kegembiraan dan memperingati hari kelahiran Nabi saw., dengan karunia dan rahmat Allah swt, dapat mendatangkan keberuntungkan bagi orang kafir sekalipun.6 Imam al-Bukhârî menyatakan dalam hadisnya bahwa setiap hari Senin, Abû Lahab dibebaskan dari siksaannya di alam kubur, karena ia telah memerdekakan budak perempuannya, yaitu Tsuwaybah, pengasuh Nabi saw. Beberapa ulama, di antaranya Ibn Katsîr dan Ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî, mengatakan bahwa ini karena Abû Lahab sangat bergembira tatkala Tsuwaybah membawa kabar kepadanya tentang kelahiran keponakannya itu. Meskipun demikian, agaknya pemerdekaan ini terjadi pada saat Nabi saw sudah dewasa, yaitu pada saat hijrah ke Madinah.7
Tentang hal ini, Hafiz Syams al-Dîn Muhammad ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî menulis bait syair berikut, “Bila ini, seorang kafir yang dikutuk untuk kekal di neraka dengan ucapan ‘celakalah kedua tangannya’ (Q. 111), dikatakan menikmati masa tenang pada setiap hari Senin, karena ia bergembira dengan (kelahiran) Ahmad saw, lantas bagaimana menurutmu seorang hamba yang, sepanjang hidupnya, bergembira dengan Ahmad saw, dan meninggal seraya mengucap, ‘Ahad (Esa)’”8

7. Keharusan Mengetahui Sirah Nabi saw. dan Meniru Perilakunya

Dalil Ketujuh, kita dituntut untuk mengetahui Nabi saw., baik kehidupannya, mukjizatnya, kelahirannya, perilakunya, keimanannya, tanda-tanda (kenabian)-nya, khalwatnya, ataupun ibadahnya. Tidakkah mengetahui hal-hal seperti ini merupakan keharusan bagi setiap muslim?
Apa lagi yang lebih baik dari merayakan dan memperingati kelahirannya, yang mewakili babak penting hidupnya, untuk dapat memahami kehidupannya? Memperingati kelahirannya akan mengingatkan kita tentang segala hal lain yang berhubungan dengan kehidupannya, sehingga memungkinkan kita untuk mengenal perjalanan hidup (sirah) Nabi saw. dengan lebih baik. Kita akan lebih siap untuk menjadikan Nabi saw. sebagai panutan, memperbaiki diri kita, dan meniru kepribadian beliau. Itulah mengapa perayaan hari kelahirannya merupakan suatu karunia besar bagi seluruh umat muslim.

8. Nabi saw. Setuju dengan Syair Pujian Terhadapnya

Dalil Kedelapan, sudah diketahui benar bahwa pada masa Nabi saw., para penyair berdatangan ke hadapannya dengan berbagai jenis karyanya yang berisi pujian terhadapnya. Mereka menulis dalam syair-syair tersebut tentang perang dan panggilan jihadnya, juga tentang para sahabatnya. Ini dapat ditemukan dalam berbagai syair yang dikutip dalam sirah Nabi saw. yang disusun oleh Ibn Hisyâm, al-Wâqidî, dan yang lain. Nabi saw. sangat senang dengan syair yang bagus, sebagaimana diriwayatkan al-Bukhârî dan yang lain bahwa beliau bersabda, “Dalam syair itu ada hikmah (kata-kata bijak).”9 Paman Nabi saw., al-‘Abbâs, menggubah sebuah syair yang menyanjung kelahiran Nabi saw, yang memuat bait-bait berikut:
Tatkala engkau dilahirkan, bumi bersinar terang,
Dan cakrawala benderang penuh cahayamu,
Sehingga kami dapat tembus memandang,
Segala syukur kupanjatkan atas sinar terang,
Cahaya dan jalan yang menunjuki itu.10
Ibn Katsîr menyebutkan fakta bahwa, menurut para sahabat, Nabi saw. memuji namanya sendiri dan membacakan syair tentang dirinya di tengah-tengah Perang Hunain untuk membangkitkan semangat para sahabatnya dan membuat takut musuh-musuhnya. Pada hari itu beliau mengatakan: “Akulah Nabi saw! Ini bukan kebohongan. Aku anak ‘Abd al-Muthâlib.”
Nabi saw. merasa senang dengan orang-orang yang menyampaikan pujian kepadanya, karena itu merupakan perintah Allah swt dan beliau pun suka memberi mereka sesuatu yang Allah swt anugerahkan kepadanya. Allah swt sudah pasti sangat menyenangi orang-orang yang berkumpul dan berusaha mengenali dan mencintai Rasulullah saw.

Menyanyi dan Membacakan Syair


Ada keterangan kuat bahwa Nabi saw. menyuruh ‘Â’isyah membiarkan dua gadis menyanyi pada hari raya. Beliau berkata kepada Abû Bakr, “Biarkanlah mereka menyanyi, karena setiap bangsa memiliki hari rayanya, dan hari ini adalah hari raya kita.” Ibn al-Qayyim berkomentar bahwa Nabi saw. juga mengizinkan menyanyi pada perayaan perkawinan, dan membolehkan syair dibacakan kepadanya.11 Beliau mendengarkan Anas dan para sahabatnya yang memuji-mujinya dan membacakan syair-syair sambil menggali tanah sebelum terjadinya Perang Khandak (Parit) yang terkenal itu; beliau mendengarkan mereka yang mengatakan: “Kitalah orang-orang yang memberikan baiat (sumpah setia) kepada Muhammad saw untuk berjihad sepanjang hayat.”
Ibn al-Qayyim juga menyebutkan bahwa ‘Abd Allâh ibn Rawâhah membacakan sebuah syair panjang yang memuji-muji Nabi saw. tatkala beliau memasuki Mekah, yang setelah itu Nabi saw. berdoa untuknya. Nabi saw. berdoa agar Allah swt memberi kekuatan kepada al-Hasan ibn Tsâbit dengan ruh suci sehingga ia dapat mendukung Nabi saw. dengan syair-syairnya. Demikian pula, Nabi saw. pernah menghadiahi Ka‘b ibn Zuhayr sebuah jubah karena syair pujiannya. Nabi saw. pernah meminta al-Syarîd ibn Suwayd al-Tsaqafî untuk membacakan sebuah syair pujian sepanjang seratus bait yang digubah oleh Umayyah ibn Abî al-Salt.12 Ibn al-Qayyim melanjutkan, “‘Â’isyah selalu membacakan syair-syair yang memujinya dan beliau pun merasa senang dengannya itu.”
Umayyah ibn Abî al-Salt adalah seorang penyair jahiliah yang meninggal sebelum Islam datang. Ia seorang saleh yang tidak lagi minum khamar ataupun menyembah berhala.13 Bagian dari syair pujian yang mengiringi penguburan Nabi saw. yang dibacakan oleh al-Hasan ibn Tsâbit, menyatakan:
Aku katakan, dan tak seorang pun dapat menemukan cela dari ucapanku
Kecuali orang yang telah kehilangan segala akal sehatnya:
Aku tidak akan pernah berhenti menyanjung dan memujinya
Karena dengan berbuat begitu, mungkin aku akan kekal di dalam surga
Bersama Sang Pilihan, yang dorongannya untuk itu aku harapkan.
Dan untuk mencapai hari itu, segala ikhtiarku kupertaruhkan.14

Membaca Alquran dan Melagukannya

Ibn al-Qayyim mengatakan dalam Madârij al-Sâlikîn,
Allah swt telah membolehkan Nabi-Nya saw. membaca Alquran dengan cara dilagukan. Abû Mûsâ al-Asy‘arî ra suatu kali membaca Alquran dengan suara merdu, sementara Nabi saw mendengarkannya. Setelah ia selesai, Nabi saw. mengucapkan selamat kepadanya atas bacaannya dengan suara merdu dan berkata: “Engkau memiliki suara yang indah.” Beliau pun menyatakan tentang Abû Mûsâ al-Asy‘arî bahwa Allah swt telah memberinya satu dari mizmar (seruling) Dâwud. Kemudian Abû Mûsâ ra berkata: “Ya Rasulullah saw, kalau saja aku tahu bahwa engkau mendengarkanku, aku pasti akan membacakannya dengan suara yang jauh lebih merdu dan lebih indah yang belum pernah engkau dengar sebelumnya.”

Ibn al-Qayyim juga meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Hiasilah Alquran dengan suara-suaramu,” dan “Barang siapa tidak melagukan Alquran bukanlah dari golongan kita.” Ibn al-Qayyim kemudian mengomentari:
Mendapatkan kesenangan dengan suara indah adalah diperbolehkan, sebagaimana mendapat kesenangan dengan pemandangan yang indah, seperti gunung atau alam, atau dari wewangian, atau makanan lezat, selama sesuai dengan syariah. Apabila mendengarkan suara yang indah diharamkan, maka mencari kesenangan dengan semua hal-hal lainnya pun diharamkan juga.

Nabi saw. Membolehkan Bermain Gendang Bila dengan Niat Baik
Ibn ‘Abbâd, seorang ahli hadis, memberikan fatwa berikut dalam Rasâ’il-nya. Ia memulai dengan sebuah hadis,
Seorang gadis datang kepada Nabi saw. ketika beliau baru pulang dari salah satu peperangan. Gadis itu berkata: “Ya Rasulullah saw, saya telah bersumpah kepada Allah swt bahwa bila Allah swt mengirim engkau kembali dalam keadaan selamat, saya akan memainkan gendang ini di dekatmu.” Nabi saw. kemudian berkata: “Tunaikanlah sumpahmu itu.”15

Ibn ‘Abbâd kemudian melanjutkan:

Tidak syak lagi bahwa menabuh gendang merupakan sejenis hiburan, meskipun demikian Nabi saw. menyuruh gadis tersebut untuk menunaikan sumpahnya. Beliau melakukannya karena niatnya adalah untuk menyambut beliau karena telah pulang dengan selamat, dan niatnya itu suatu niat baik, bukan niat melakukan dosa atau membuang waktu. Karena itu, bila ada orang yang merayakan saat-saat kelahiran Nabi saw. dengan cara yang baik dan dengan niat yang baik seperti dengan membaca sirah Nabi dan menyampaikan puji-pujian kepadanya, maka itu diperbolehkan.


9. Nabi saw. Menaruh Perhatian Khusus pada Kelahiran Para Nabi

Dalil Kesembilan, Nabi saw. dalam hadisnya memberikan perhatian khusus pada hari dan tempat kelahiran nabi-nabi terdahulu. Sehubungan dengan keistimewaan Jumat sebagai hari besar, Nabi saw. mengatakan, “Pada hari tersebut (yaitu Jumat), Allah swt menciptakan Adam as.” Dengan demikian, hari Jumat diberi penekanan karena Allah swt menciptakan Adam as pada hari tersebut. Hari tersebut diberi perhatian khusus karena hari tersebut menyaksikan penciptaan seorang nabi dan bapak semua umat manusia. Bagaimana halnya dengan hari ketika seorang nabi teragung dan manusia terbaik diciptakan? Nabi saw. bersabda: “Sungguh Allah swt telah menciptakanku sebagai Penutup para Nabi (khatam al-nabiyyîn) sementara Adam as di antara air dan tanah.”16

Mengapa al-Bukhârî Memberi Perhatian Khusus pada Kematian di Hari Senin
Imam al-Qasthallânî, dalam komentarnya atas al-Bukhârî, mengatakan:
Dalam bagian “al-Jana’aiz (Jenazah)”, al- Bukhârî menamai satu bab utuh “Mati pada Hari Senin”. Di dalamnya ada sebuah hadis dari ‘Â’isyah as yang meriwayatkan pertanyaan dari ayahnya (Abû Bakr al-Shiddîq ra), “Pada hari apakah Nabi saw. wafat?” Ia menjawab: “Hari Senin.” Beliau bertanya: “Hari apa sekarang?” Ia menjawab: “Ayah, sekarang hari Senin.” Abû Bakr ra pun kemudian mengangkat tangannya dan berkata: “Ya Allah swt aku memohon kepadamu biarkanlah aku meninggal pada hari Senin agar bersamaan dengan hari wafatnya Nabi saw.”

Imam al-Qasthallânî melanjutkan:

Mengapa Abû Bakr ra memohon agar kematiannya terjadi pada hari Senin? Karena dengan begitu, kematiannya akan bersamaan hari dengan hari wafatnya Nabi saw., maksudnya untuk mendapatkan barakah dari hari tersebut … Apakah ada orang yang akan mencela permohonan Abû Bakr ra untuk meninggal pada hari tersebut untuk mendapatkan barakah? Pada masa sekarang, mengapa ada orang-orang yang mencela kegiatan merayakan dan memberi perhatian khusus pada hari kelahiran Nabi saw. dengan maksud memperoleh keberkahan?

Nabi saw. Memberi Perhatian pada Tempat Kelahiran Para Nabi
Sebuah hadis yang dianggap sahih oleh Hafiz al-Haytsamî menyatakan bahwa, pada malam Isra Mikraj, Nabi saw. disuruh oleh Jibril as untuk salat dua rakaat di Bayt Lahm (Bethlehem). Jibril as bertanya kepadanya, “Tahukah engkau di manakah engkau melakukan salat?” Ketika Nabi saw. bertanya kepadanya “Di mana?” Ia memberi tahu beliau, “Engkau salat di tempat Isa dilahirkan.”17

10. Ijmak Ulama tentang Peringatan Maulid Nabi saw.

Dalil Kesepuluh, memperingati hari kelahiran Nabi saw. merupakan suatu tindakan yang telah dan masih disepakati oleh para ulama di dunia Islam. Untuk alasan inilah, hari tersebut dijadikan sebagai hari libur di semua negara muslim. Allah swt tentu meridainya karena selaras dengan perkataan Ibn Mas‘ûd, “Apa saja yang dipandang baik oleh mayoritas muslimin, itu baik di sisi Allah swt; dan apa saja yang dipandang buruk oleh mayoritas muslimin, itu buruk di sisi Allah swt.”18

Dikutip dari: Buku Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi saw
Oleh Mawlana Syekh Hisyam Kabbani qs
Penerbit: Serambi
http://www.mevlanasufi.blogspot.com/

Minggu, 01 Juni 2008

DALIL TENTANG TAWASUL

Tentang Tawassul / Washilah

Assalamu 'alaikum wr. wbBanyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.

Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 20 ini, dengan munculnya sekte Wahabi Salafi sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini : "Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.

Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu). Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hokum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih.

Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasululloh saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : "Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para NabiMu sebelumku, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.",

Maka jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasululloh saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib). Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..". maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).

Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasululloh saw sendiri bertawassul. Apakah mereka memusyrikkan Rasululloh saw?, dan Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka memusyrikkan Umar?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.

Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi, pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid. Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah SWT, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka?

Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah, yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafikan (penghilangan) kekuasaan Allah SWT atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.

Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah Robbil alamin, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.

Contoh lebih mudah nya sbb, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan.

Bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup., pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Ar-Rahman Ar-Rahim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.
Wa min Allah at Tawfiq

wassalam, www.mevlanasufi.blogspot.com

Kamis, 21 Februari 2008

GHUYUB dan GHAIB

MALAIKAT DAN JIN BUKAN GHAIB

1.MALAIKAT ADALAH BUKAN GHAIB KARENA AYAM JAGO DAPAT MELIHAT MALIAKAT.

2.JIN (SYETAN) JUGA BUKAN GHAIB KARENA ANJING DAN KELEDAI DAPAT MELIHAT JIN (SYETAN).

3. YANG GHAIB HANYA ALLAH SWT SAJA.

QS. Jin: 26-27:
“Dia adalah Tuhan Yang Mengetahui yg ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridlai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya".

Hadist Nabi:

"Apabila kamu mendengar ayam jago berkokok (di waktu malam), mintalah anugerah kepada Allah, sesungguhnya ia melihat Malaikat. Tapi apabila engkau mendengar keledai meringkik (di waktu malam), mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaitan, sesungguhnya ia melihat syaitan"
(HR. Bukhari dengan Fathul Baari 6/350, Muslim 4/2092 no. 2729. Tambahan yang terdapat dalam kurung diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no 1236, lihat silsilah Adabul Mufrad no. 938 dan Silsilah Ahaadist ash-Shahiihah no. 3183. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.)

"Jika kalian mendengar lolongan anjing dan ringkikan keledai pada malam hari maka berlindunglah kepada Allah darinya karena ia melihat apa yang tidak dapat kalian lihat."
(HR. Abu Dawud no. 5103, Ahmad 3/306, 355-356 Shahih al-Adabul Mufrad no. 937 serta Ibnu Sunni no. 311 dalam 'Amalul Yaum wal Lailah. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu.)

Antara dalil Al-Qur’an dan dalil Hadist tersebut diatas “seolah olah” bertentangan, padahal tidak.

Meminjam istilah dari spiritual bahwa sebetulnya Malaikat, Jin, alam barzah, alam kubur, surga, neraka, alam siluman, dll (pokoknya sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia) itu disebut dengan istilah AL-GHUYUB bukan AL-GHAIB.

AL-GHUYUB adalah sesuatu yang ghaib tapi masih bisa dibayangkan oleh pikiran kita, misalkan bentuk Jin, Siluman, wajah malaikat, keadaan neraka/surga, siksa kubur seperti apa, dll.

AL-GHAIB adalah hanya ALLAH SWT saja, yang bentuk-NYA, keadaan-NYA tidak boleh dan tidak bisa dibayangkan oleh pikiran kita . LAISA KAMISLIHI SYAI’UN (QS: Asy Syuura ayat 11).

Jadi ghaib yang dimaksud di Al-Qur’an surat Jin: ayat 26-27 itu adalah AL-GHAIB bukan AL-GHUYUB

Sedangkan yang di maksud di hadist Nabi Muhammad SAW di atas adalah AL-GHUYUB bukan AL-GHAIB.

Di Al-Qur’an surat Jin ayat 26 sampai ayat 27 tersebut diatas dikatakan bahwa yang mengetahui AL-GHAIB adalah hanya Allah SWT dan Rosul yang diridhai saja. Siapa Rosul yang diridhai oleh Allah SWT untuk mengetahui yang ghaib ? Tidak lain Rosul yang diridhaiNya tersebut adalah Nabi Muhammad SAW.


Mengapa?

Karena Nabi Muhammad SAW telah diperjalankan oleh Allah SWT melalui perjalanan Isra’ mi’raj sampai ke langit tertinggi (langit ke 7) dimana mailaikat Jibril AS pun tidak sanggup untuk ke langit tertinggi tersebut.

WaAllahu a’lam (Hanya Allah SWT saja yang paling mengetahui).

Wassalam.